Minggu, 28 April 2013

Hamka

HAJI ABDUL KARIM AMRULLAH (HAMKA)















Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Hamka, yakni singkatan namanya, (lahir di Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik.

Kehidupan awal


Rumah yang ditempati oleh Hamka bersama neneknya selama di Maninjau, yang setelah direnovasi pada tahun 2001 dijadikan Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka
Hamka lahir pada 17 Februari 1908 [Kalender Hijriyah: 13 Muharram 1362] di Minangkabau, Sumatera. Ia lahir sebagai anak pertama dari tujuh orang bersaudara dan dibesarkan dalam keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Ayahnya bernama Abdul Karim Amrullah, ulama pembaru Islam di Minangkabau yang akrab dipanggil dengan sebutan Haji Rasul, sementara ibunya, yakni Sitti Shafiyah, berasal dari keturunan seniman di Minangkabau. Adapun ayah dari Abdul Karim, kakek Hamka, yakni Muhammad Amrullah dikenal sebagai ulama pengikut Tarekat Naqsyabandiyah.
Sebelum mengenyam pendidikan di sekolah, Hamka tinggal bersama neneknya di sebuah rumah di dekat Danau Maninjau. Ketika berusia enam tahun, ia pindah bersama ayahnya ke Padang Panjang. Sebagaimana umumnya anak-anak laki-laki di Minangkabau, sewaktu kecil ia belajar mengaji dan tidur di surau yang berada di sekitar tempat ia tinggal, sebab anak laki-laki Minang memang tak punya tempat di rumah.[1] Di surau, ia belajar mengaji dan silek, sementara di luar itu, ia suka mendengarkan kaba, kisah-kisah yang dinyanyikan dengan alat-alat musik tradisional Minangkabau.[2] Pergaulannya dengan tukang-tukang kaba, memberikannya pengetahuan tentang seni bercerita dan mengolah kata-kata. Kelak melalui novel-novelnya, Hamka sering mencomot kosakata dan istilah-istilah Minangkabau. Seperti halnya sastrawan yang lahir di ranah Minang, pantun dan petatah-petitih menjadi bumbu dalam karya-karyanya.

Mengenyam pendidikan

Pada tahun 1915, setelah usianya genap tujuh tahun, ia dimasukkan ke sebuah Sekolah Desa dan belajar ilmu pengetahuan umum seperti berhitung dan membaca di sekolah tersebut.[3][4] Pada masa-masa itu, sebagaimana diakui oleh Hamka, merupakan zaman yang seindah-indahnya pada dirinya. Pagi ia bergegas pergi ke sekolah supaya dapat bermain sebelum pelajaran dimulai, kemudian sepulang sekolah bermain-main lagi, bercari-carian, bermain galah, bergelut, dan berkejar-kejaran, seperti anak-anak lainnya bermain.[2] Dua tahun kemudian, sambil tetap belajar setiap pagi di Sekolah Desa, ia juga belajar di Diniyah School setiap sore.[5] Namun sejak dimasukkan ke Thawalib oleh ayahnya pada tahun 1918, ia tidak dapat lagi mengikuti pelajaran di Sekolah Desa.[6][7] Ia berhenti setelah tamat kelas dua.[8] Setelah itu, ia belajar di Diniyah School setiap pagi, sementara sorenya belajar di Thawalib dan malamnya kembali ke surau.[9] Demikian kegiatan Hamka kecil setiap hari, sesuatu yang—sebagaimana diakuinya—tidak menyenangkan dan mengekang kebebasan masa kanak-kanaknya.[10]
Selama belajar di Thawalib, ia bukan termasuk anak yang pandai, bahkan ia sering tidak hadir beberapa hari karena merasa jenuh dan memilih mencari ilmu dengan jalannya sendiri.[2] Ia lebih senang berada di sebuah perpustakaan umum milik gurunya, Zainuddin Labay El Yunusy daripada dipusingkan dengan pelajaran-pelajaran yang harus dihafalnya di kelas.[11][12] Dari perpustakaan tersebut, ia leluasa membaca bermacam-macam buku, bahkan beberapa ia pinjam untuk dibawanya pulang. Namun, karena buku yang dipinjamnya itu tidak ada hubungannya dengan pelajaran, ia sempat dimarahi oleh ayahnya ketika ketahuan tengah asyik membaca Kaba Cindua Mato. Ayahnya berkata, "Apakah engkau akan menjadi orang alim nanti, atau menjadi orang tukang cerita?"[13][14]
Sebagai usaha untuk menunjukkan diri kepada ayahnya dan sebagai akibat dari persentuhannya dengan buku-buku yang dibacanya tentang daya tarik Jawa Tengah, menyebabkan Hamka sangat berminat untuk merantau ke Tanah Jawa. Pada saat yang sama, ia tidak lagi tertarik untuk menyelesaikan pendidikan di Thawalib. Setelah belajar selama empat tahun, ia memutuskan untuk keluar dari Thawalib, sementara program pendidikan di sekolah tersebut dirancang selama tujuh tahun. Ia keluar tanpa memperoleh ijazah. Pada masa-masa setelah itu, Hamka sempat dibawa ke Parabek, sekitar 5 km dari Bukittinggi pada tahun 1922 untuk belajar kepada Syekh Ibrahim Musa, tetapi tidak berlangsung lama.[5] Ia lebih memilih mengikuti kata hatinya untuk menuntut ilmu dan pengalaman menurut caranya sendiri. Ia memutuskan untuk bertolak ke pulau Jawa. Namun, usaha yang pertama sempat terjegal oleh ayahnya.

Merantau ke Jawa

Hamka telah berkelana ke sejumlah tempat di Minangkabau sejak berusia remaja, sehingga dijuluki oleh ayahnya dengan sebutan "Si Bujang Jauh".[13] Ketika berusia 15 tahun, setelah mengalami suatu peristiwa yang mengguncangkan jiwanya, yakni perceraian orang tuanya, Hamka telah berniat pergi ke pulau Jawa setelah mengetahui bahwa Islam di Jawa lebih maju daripada Minangkabau terutama dalam hal pergerakan dan organisasi. Namun setiba di Bengkulu, Hamka terkena wabah penyakit cacar, sehingga setelah sekitar dua bulan berada di atas pembaringan, ia memutuskan kembali ke Padang Panjang.[11] Meski begitu niatnya untuk pergi ke pulau Jawa tidak terbendung. Pada tahun 1924, setahun setelah sembuh dari penyakit cacar, ia kembali berangkat ke pulau Jawa.
Setiba di pulau Jawa, Hamka bertolak ke Yogyakarta dan menetap di rumah adik kandung ayahnya, Ja'far Amrullah.[15][16] Melalui pamannya itu, ia mendapat kesempatan mengikuti berbagai diskusi dan pelatihan pergerakan Islam yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah dan Sarekat Islam.[17] Selain mempelajari pergerakan Islam, ia juga meluaskan pandangannya dalam persoalan gangguan terhadap kemajuan Islam seperti kristenisasi dan komunisme. Selama di Jawa, ia aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan agama. Dalam berbagai kesempatan, ia berguru kepada Bagoes Hadikoesoemo, HOS Tjokroaminoto, Abdul Rozak Fachruddin, dan Suryopranoto.[18] Sebelum kembali ke Minangkabau, ia sempat mengembara ke Bandung dan bertemu dengan tokoh-tokoh Masyumi seperti Ahmad Hassan dan Mohammad Natsir, yang memberinya kesempatan belajar menulis dalam Majalah Pembela Islam.[19] Selanjutnya pada tahun 1925, ia pergi ke Pekalongan, Jawa Timur untuk menemui Ahmad Rasyid Sutan Mansur—yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan—sekaligus belajar kepadanya. Selama di Pekalongan, ia menetap di rumah kakak iparnya itu dan mulai tampil berpidato di beberapa tempat.[20][21]
Dalam perantauan pertamanya ke pulau Jawa, ia mengaku memiliki semangat baru dalam mempelajari Islam. Ia juga melihat ada perbedaan antara misi pembaruan Islam di Minangkabau dan Jawa; jika di Minangkabau ditujukan pada pemurnian ajaran Islam dari praktik yang dianggap salah, seperti tarekat, taklid, dan khirafat, maka di Jawa lebih berorientasi kepada usaha untuk memerangi keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan.

Menunaikan ibadah haji


Suasana pelaksanaan haji di Masjidil Haram, Mekkah. Perjalanan Hamka ke Mekkah pada tahun 1927 meletupkan inspirasi baginya untuk menulis Di Bawah Lindungan Ka'bah
Setelah setahun lamanya berada di Jawa, pada bulan Juli 1925 Hamka kembali ke Padang Panjang.[22] Di Padang Panjang, ia menulis majalah pertamanya berjudul Chatibul Ummah, yang berisikan kumpulan pidato yang didengarkannya di Surau Jembatan Besi,[23] dan Majalah Tabligh Muhammadiyah.[24] Di sela-sela aktivitasnya dalam bidang dakwah melalui tulisan, ia menyempatkan berpidato di beberapa tempat di Padang Panjang. Namun pada saat itu, semuanya justru dikritik tajam oleh ayahnya, "Pidato-pidato saja adalah percuma, isi dahulu dengan pengetahuan, barulah ada arti dan manfaatnya pidato-pidatomu itu." Di sisi lain, ia tidak mendapatkan penerimaan baik dari masyarakat. Ia sering kali dicemooh sebagai "tukang pidato yang tidak berijazah",[25] bahkan ia sempat mendapat kritikan dari sebagian ulama karena ketika itu ia belum menguasai bahasa Arab dengan baik.[26] Berbagai kritikan yang ia terima di tanah kelahirannya, ia jadikan cambuk untuk membekali diri lebih matang.
Pada bulan Februari 1927, ia mengambil keputusan pergi ke Mekkah untuk memperdalam ilmu pengetahuan kegamaannya, termasuk untuk mempelajari bahasa Arab dan menunaikan ibadah hajinya yang pertama.[27] Ia pergi tanpa pamit kepada ayahnya dan berangkat dengan biaya sendiri.[28] Selama di Mekkah, ia menjadi koresponden Harian Pelita Andalas sekaligus bekerja di sebuah perusahaan percetakan milik Tuan Hamid, putra Majid Kurdi, yang merupakan mertua dari Ahmad Khatib Al-Minangkabawi.[29][30] Di tempat ia bekerja itu, ia dapat membaca kitab-kitab klasik, buku-buku, dan buletin Islam dalam bahasa Arab, satu-satunya bahasa asing yang dikuasainya.
Menjelang pelaksanaan ibadah haji berlangsung, Hamka bersama beberapa calon jemaah haji lainnya mendirikan organisasi Persatuan Hindia-Timur, sebuah organisasi yang memberikan pelajaran manasik haji kepada calon jemaah haji asal Indonesia.[26] Setelah menunaikan haji, dan beberapa lama tinggal di Tanah Suci, ia berjumpa dengan Agus Salim dan sempat menyampaikan hasratnya untuk menetap di Mekkah, tetapi Agus Salim justru menasihatinya untuk segera pulang.[31] "Banyak pekerjaan yang jauh lebih penting menyangkut pergerakan, studi, dan perjuangan yang dapat engkau lakukan. Karenanya, akan lebih baik mengembangkan diri di tanah airmu sendiri", ujar Agus Salim.[32] Ia pun segera kembali ke tanah air setelah tujuh bulan bermukim di Mekkah. Namun, bukannya pulang ke Padang Panjang, Hamka malah menetap di Medan, kota tempat berlabuhnya kapal yang membawanya pulang.[33]

Karier di Medan

Selama di Medan, ia banyak menulis artikel di berbagai majalah dan sempat menjadi guru agama selama beberapa bulan di Tebing Tinggi.[34] Ia mengirimkan tulisan-tulisannya untuk surat kabar Pembela Islam di Bandung dan Suara Muhammadiyah yang dipimpin Abdul Rozak Fachruddin di Yogyakarta.[23] Selain itu, ia juga bekerja sebagai koresponden di Harian Pelita Andalas dan menuliskan laporan-laporan perjalanan, terutama perjalanannya ke Mekkah pada tahun 1927. Pada tahun 1928, ia menulis romannya yang pertama dalam bahasa Minangkabau berjudul Si Sabariyah. Pada tahun yang sama, ia diangkat sebagai redaktur Majalah Kemajuan Zaman berdasarkan hasil konferensi Muhammadiyah di Padang Panjang.[35] Setahun berikutnya, ia menulis beberapa buku, antara lain: Agama dan Perempuan, Pembela Islam, Adat Minangkabau, Agama Islam, Kepentingan Tabligh, dan Ayat-ayat Mi’raj. Namun, beberapa di antara kayanya tersebut disita karena dianggap berbahaya bagi pemerintah kolonial yang sedang berkuasa ketika itu.

Pada 28 Juni 1926, gempa bumi berkekuatan 7,6 SR meluluhlantakkan sebagian besar Padang Panjang, termasuk rumah ayah Hamka di Gatangan, Pasar Usang
Sewaktu di Medan, orang-orang di kampungnya sudah berkali-kali berkirim surat memintanya pulang, tetapi selalu ditolak oleh Hamka. Oleh sebab itu, ayahnya meminta Ahmad Rasyid Sutan Mansur untuk menjemput dan membujuk Hamka pulang.[22] Bujukan kakak iparnya itu akhirnya membuat Hamka luluh, dan kemudian ia pulang ke kampung halamannya di Maninjau, sementara rumah ayahnya di Padang Panjang luluh lantah akibat gempa bumi pada tahun 1926. Setiba di kampung halamannya, ia diterima ayahnya dengan penuh haru hingga menitikkan air mata. Ayahnya terkejut mengetahui Hamka telah berangkat haji dan pergi dengan ongkos sendiri. Ayahnya bahkan berkata, "Mengapa tidak engkau beri tahu bahwa begitu mulia dan suci maksudmu? Abuya (ayah) ketika itu sedang susah dan miskin. Kalau itu maksudmu, tak kayu jenjang dikeping, tak emas bungkal diasah." Sejak saat itu, pandangan Hamka terhadap ayahnya mulai berubah. Namun, setelah sekitar setahun menetap di Sungai Batang,[36] ia kembali meninggalkan kampung halamannya.
Hamka pindah ke Medan pada tahun 1936.[37] Di Medan, ia bekerja sebagai editor sekaligus menjadi pemimpin redaksi sebuah majalah pengetahuan Islam yang didirikannya bersama M. Yunan Nasution, yaitu Majalah Pedoman Masyarakat.[38][39] Melalui Pedoman Masyarakat, ia untuk pertama kalinya memperkenalkan nama pena "Hamka".[40] Selama di Medan, ia menulis Di Bawah Lindungan Ka'bah, yang terinspirasi dari perjalanannya ke Mekkah pada tahun 1927.[41] Setelah Di Bawah Lindungan Ka'bah diterbitkan pada tahun 1938, ia menulis Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, yang pada awalnya ditulis sebagai cerita bersambung dalam Pedoman Masyarakat.[42] Selain itu, ia juga menerbitkan beberapa roman dan buku-buku lainnya seperti: Merantau ke Deli, Keadilan Ilahi, Tuan Direktur, Angkatan Baru, Terusir, Di Dalam Lembah Kehidupan, Ayahku, Tasawuf Modern, dan Falsafah Hidup.[43][39] Namun pada tahun 1943, Majalah Pedoman Masyarakat yang dipimpinnya dibredel oleh Jepang, yang ketika itu berkuasa di Indonesia.[44]

Karier dan kehidupan selanjutnya

Muhammadiyah

Setelah perkawinannya dengan Sitti Raham,[45] Hamka aktif dalam kepengurusan Muhammadiyah cabang Minangkabau, yang cikal bakalnya bermula dari perkumpulan Sendi Aman yang didirikan oleh ayahnya pada tahun 1925 di Sungai Batang.[46] Selain itu, ia sempat menjadi pimpinan Tabligh School, sebuah sekolah agama yang didirikan Muhammadiyah pada 1 Januari 1930.[47][48]
Sejak menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Solo pada tahun 1928, Hamka tidak pernah absen menghadiri kongres-kongres Muhammadiyah berikutnya. Sekembalinya dari Solo, ia mulai memangku beberapa jabatan, sampai akhirnya ia diangkat sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Padang Panjang. Seusai Muktamar Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi pada tahun 1930, disusul dengan kongres berikutnya di Yogyakarta, ia memenuhi undangan untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di Bengkalis.[49] Selanjutnya pada tahun 1932, ia diutus oleh Muhammadiyah ke Makassar dalam rangka mempersiapkan dan menggerakkan semangat rakyat untuk menyambut Muktamar Muhammadiyah ke-21 di Makassar.[50] Selama di Makassar, ia sempat menerbitkan Al-Mahdi, majalah pengetahuan Islam yang terbit sekali sebulan.[35] Pada tahun 1934, setahun setelah menghadiri Kongres Muhammadiyah di Semarang, ia diangkat menjadi anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah untuk wilayah Sumatera Tengah.[48][51]
Kariernya di Muhammadiyah kian menanjak sewaktu ia pindah ke Medan. Pada tahun 1942, bersamaan dengan jatuhnya Hindia-Belanda ke dalam tampuk kekuasaan penjajah Jepang, Hamka terpilih menjadi pimpinan Muhammadiyah untuk wilayah Sumatera Timur menggantikan H. Mohammad Said.[52] Namun pada Desember 1945, ia memutuskan kembali ke Minangkabau dan melepaskan jabatan tersebut. Pada tahun berikutnya, ia terpilih menjadi Ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah Sumatera Barat menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto.[53] Jabatan ini ia rengkuh hingga tahun 1949.[54]
Pada tahun 1953, ia terpilih sebagai pimpinan pusat Muhammadyiah dalam Muktamar Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto. Sejak saat itu, ia selalu terpilih dalam Muktamar Muhammadiyah selanjutnya, sampai pada tahun 1971 ia memohon agar tidak dipilih kembali karena merasa uzur.[55] Akan tetapi, ia tetap diangkat sebagai penasihat pimpinan pusat Muhammadiyah sampai akhir hayatnya.[56]

Syekh Sulaiman Ar Rasuli

Syekh Sulaiman ar-Rasully

Syekh Sulaiman ar-Rasuly dilahirkan di Canduang yaitu sebuah desa terletak lebih kurang 8 kilimeter sebelah timur kota Bukittinggi tepatnya di kaki gunung Merapi. Syekh Sulaiman Ar-Rasuly yang lebih populer dengan sebutan Inyiak Canduang dilahirkan dari pasangan seorang ulama yaitu Angku Muhammad Rasul dan Siti Buli’ah.
Inyiak Canduang tercatat sebagai pemuda yang gigih dalam mengasah bakat keagamaan dan mata spritualnya lewat belajar dari berbagai tokoh-tokoh ulama ternama seperti belajar di pesantren Tuanghu Sami Ilmiyah di Baso kemudian belajar agama dengan Syeikh Muhammad Thaib Umar di Sungayang-Batusangkar. Dan selesai belajar dari Syeikh Muhammad Thaid Umar ini Inyiak Canduang melanjutkan belajar agama pada Syeikh Abdullah Halaban. Dan pada masa-masa pematangan religinya tepatnya pada tahun 1903, Inyiak Canduang berangkat ke tanah suci dengan misi Tafaguh Fi al-Din dengan belajar dan memperdalam ilmu agama pada Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawy. Selain pada Syeikh Ahmad Khatib ini Inyiak Canduang juga berupaya memperkaya khazanah pengetahuan agamanya lewat belajar pada ulama-ulama mashur di tanah suci seperti belajar pada Syeikh Mucthar At-Tharid, Syeikh Nawawi Al-Banteny, Sayyid Umar Bajened dan Syeikh Sayid Babas El-Yamani.
Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly kembali ke ranah minang pada tahun 1907 setelah memperkaya pengetahuan agama selama tiga setengah tahun di Tanah Suci. Secara histories kembalinya Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly ke Ranah Minang merupakan warna tersendiri bagi dakwah Islam serta perjuangan rakyat Minangkabau dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini disebabkan tingkat perjuangan yang dilakoni oleh Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly ini sedikit berbeda dari ulama-ulama minang yang lain seperti halnya Buya Hamka, Syeikh Inrahim Musa yang merupakan golongan ulama muda yang garis perjuangannya bersifat Deaktivasi Kolonial dengan cara membakar jiwa perlawanan rakyat terhadap kolonialisme sedangkan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly garis perjuangannya lebih bersifat developmetisasi basisi perjuangan rakyat lewat berbagai bidang kehidupan sehingga basisi yang dibangun oleh Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly ini menjadi amunisi yang ampuh dalam megusir kolonialisme di Ranah Minang. Hal ini terbukti pada Agresi Militer Belanda I dan II ke ranah minang, dimana peran masyarakat sipil menjadi basis kekuatan dominan dalam membendung Agresi Belanda tersebut. Dalam hal ini Andrey Kahin berkomentar sebagaimana yang dikunilkannya oleh Djoeir Muhammad bahwa “laskar-laskar desa ini menjadi pasukan keamanan yang paling tangguh di daerah”. Aktualnya komentar Andrey Kahin ini menjadi indicator bahwa basis-bais masyarakat sipil telah dibangun oleh tokoh-tokoh pejuang termasuk di dalammya Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly merupakan amunisi yang paling ampuh dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Sejarah perjuangan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly adalah sejarahnya mengembangkan masyarakat sipil manangkabau. Secara faktual ada beberapa basis yang dibangun oleh Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly sehingga menjadi piranti bagi perjuangan rakyat Sumatera Barat. Perttama : Reformasi sistem pendidikan agama sebagai modal perjuangan rakyat minangkabau dalam meningkatkan sumberdaya manusia. Sistem pendidikan agama di ranah minang pada zaman sebelum datangnya Inyiak Canduang lebih bersifat klasikal dengan metode halaqah dan hanya diajarkan mampuni. Oleh sebab itu Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly tampil sebagai reformis dalam pendidikan agama dengan mengarahkan metode pendidikan agama tradisional mengajarkan berbagai ilmu-ilmu agama mulai dengan ilmu-ilmu dasar bahasa arab seperti ilmu alat (nahu, syaraf, balaqah, badi’, ilmu hadits, ilmu qur’an dan mantiq) sampai dengan ilmu-ilmu terapan seperti (tafsir, akhlak, fiqh, tauhid) dengan reference utamanya adalah kitab klasik.
Siklus dari reformasi yang dilakoni oleh Inyian Canduang ini ialah terbentuknya Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI), proses berdirinya Madrasah ini didahului oleh proses musyawarah antara ulama-ulama yang mengaku dirinya sebagai penganut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang bermusyawarah di canduang pada tanggal 5 Mei 1928 dalam musyawarah ini disepakati bahwa ada reformasi sistem pendidikan agama islam dari system klasik ke system Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Di antara ulama yang menghadiri rapat ini ialah : Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly, Syeikh Ababs Al-Qadhi,dari Ladang Laweh Bukittinggi, Syeikh Ahmad dari Suliki, Syeikh Jamil Jaho dari Padang Panjang, Syeikh Abdul Wahid Ash-Shaleh dari Suliki, Syeikh Muhammad Arifin dari Batu Hampar, Syeikh Alwi dari Koto Nan Ampek Payakumbuh, Syeikh Jalaluddin dari Sicincin Pariaman, Syeikh Abdul Madjid dari Koto Nan Gadang dan HMS Sulaiman dari Bukittinggi. Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang pertama didirikan oleh Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly adalah MTI yang ada di Canduang pada bulan Mei 1928, lantas diberi nama dengan MTI CANDUANG kemudian baru diikuti oleh MTI Jaho di Padang Panjang yang dipimpin oleh Syeikh Jamil Jaho, kemudian disusul dengan berdirinya MTI Tabek Gadang Payakumbuh oleh Syeikh abdul Wahid Shaleh. Secara genetif MTI Canduang merupakan poros dari eksistensi MTI-MTI yang tersebar di Nusantara, tercatat sampai sekarang ada sekitar 216 Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang eksis di Sumatera Barat. Langkah yang dilakukan oleh Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly dalam mereformasi sistem pendidikan di Minangkabau merupakan pondasi bagi pengembangan basis perjuangan rakyat yang dipandang sebagai modal untuk mensupply sumberdaya manusia dalam rangka memperkuat kaum cendikia dan ulama yang mampu mengorbankan semangat rakyat dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Kedua :Formulasi partai politik sebagai manifestasi Political Power (kekuatan Politik) dalam rangka memperkuat perjuangan kemerdekaan. Pada tanggal 28 Mei 1930 Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly memperkasai berdirinya PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) yang berfungsi sebagai pengelola Madrasah-Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang berada di bawah naungannya. Namun disebabkan gejolak revormasi pada tahun 1946 Organisasi PERTI yang khitahnya bergerak sebagai organisasi sosial keagamaan beralih fungsi menjadi Partai Politik. Peralihan fungsi PERTI ini menjadi partai politik disebabkan argumen KH. Sirajuddin Abbas murid Inyiak Canduang bahwa “Agama Jaga Harus Memberi Arah Pada Perjuangan Politik Bangsa”. PERTI dalam sejarah perpolitikan di Indonesia mempunyai andil yang cukup besar dalam memobilisasi rakyat dalam mensukseskan misi revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Namun seiring dengan waktu, perpecahan dalam tubuh PERTI tidak dapat dihindari karena adanya perebutan kekuasaan, perpecahan ini men gecewakan pendiri PERTI khususnya Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly sehingga demi menyelamatkan PERTI beliau mengeluarkan Dekrit pada Tanggal 1 Mei 1969 agar PERTI kembali kepada khittahnya sebagai organisasi yang bergerak di bidang social dan keagamaan.
Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly tercatat sebagai negarawan yang mempunyai visi yang tajam tentang organisasi kemasyarakatan dalam rangka mengemban misi kemerdekaan Indonesia, karier politik Inyiak Canduang ini dimulai pada tahun 1918 hal ini terbukti dengan jabatan yang dipangkunya sebagai presiden anak cabang Serikat Islam untuk kabupaten Agam.
Karier Politik Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly berlanjut pada masa pendudukan Jepang, pada masa pendudukan Jepang kedudukan partai-partai Islam terancam pupus disebabkan intrik Jepang yang berusaha melenyapkan Partai-Partai Islam yang mereka pandang sebagai basis perjuangan rakyat Minangkabau. Dan intrik Jepang ini sempat terlaksana dengan cara meleburkan partai-partai islam yang ada di Sumatera Barat, hal ini dapat kita amati dari terbentuknya Majelis Islam Tinggi Minangkabau (MTIM) pada tahun 1943, dimana Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly di serahi sebagai ketua umum dan A. Ghaffar Jambek sebagai ketua I, HMD Panglimo Kayo sebagai sekretaris umum, MR. Mahmud Yunus memimpin Dewan Pengajaran, AR. Sutan Mansur mewakili Muhammadiyah, sedangkan H. Sirajuddin Abbas mewakili PERTI. Pada zaman kemerdekaan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly sempat diserahi tugas oleh Soekarno sebagai anggota konstituante RI, dan di tempatkan sebagai Dewan Kehormatan dengan menjadi pemimpin sidang pada sidang-sidang konstituante tersebut. Pada tahun 1947 Mr. Sotan Muhammad Rasyid, menyerahi Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly sebagai kepala Mahkamah Syar’iyah propinsi Sumatera Tengah dalam rangka mengurusi problematika syar’iyah dan sekaligus ulama yang berperan sebagai pengobar semangat perjuangan rakyat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda.
Ketiga : Mendorong terbentuknya laskar-laskar rakyat yang pada akhirnya menjadi kekuatan dominan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Peran yang dilakoni oleh Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly tidak terbatas pada skala sosial dan agama saja, namun juga mendorong lahirnya kekuatan-kekuatan pra-militer yang berfungsi sebagai laskar yang menjaga dan mengawal daerah dimana mereka bertugas. Dalam hal sejarah mencatat peran Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly dalam hal ini berawal ketika Jepang mengusulkan dan berdiskusi dengan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly agar dibentuk laskar-laskar rakyat yang aktualnya Jepang ingin mengambil manfaat sebagai tambahan kekuatan militer dalam rangka menghadapi perang Asia Raya. Terlepas dari itu upaya Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly dalam membentuk laskar-laskar rakyat membawa dampak positif yang cukup besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari pendudukan Belanda kembali (Agresi Militer Belanda I dan II) Menyingkapi ususlan Jepang di atas Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly membentuk laskar rakyat Sumatera Barat dan kemudian diusulkan terbentuknya laskar muslim oleh PERTI, Hisbullah oleh Muhammadiyah, Barisan Sabilillah oleh MITM dan disusul dengan terbentuknya GPII, setelah Jepang kalah. Prediksi Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly tentang manfaat pembentukan laskar-laskar rakyat ternukti sebagai kekuatan utama yangmembela kemerdekaan Indonesia, hal ini disebabkan karena kemampuan militer yang di dapat dari Jepang menjadi amunisi tersendiri bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly wafat pada tanggal 1 Agustus 1970, wafatnya Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly meningkalkan luka yang dalam bagi rakyat Indonesia, karena hilangnya salah seorang pejuang kemerdekaan dan ulama yang kharismatik dari roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun demikian sebagai pejuang dan ulama besar yang memiliki kepribadian yang luhur, garis perjuangannya serta amalannya bagi nusa dan bangsa patut dijadikan teladan bagi generasi muda saat ini. Jasa Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly sebagai perintis kemerdekaan dan pengemban agama Islam tidak akan ternilai hanya dengan penghargaan Oranye Van Nassau dari pemerintahan Belanda, serta menobatkan beliau sebagai pahlawan perintis kemerdekaan dan dianugerahi tanda penghargaan sebagai ulama pendidik. Namun yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah dan semua komponen rakyat mengintegrasikan nilai-nilai perjuangan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuly dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Jabatan Yang Memperoleh Tunjangan

101 Jabatan Fungsional yang Memperoleh Tunjangan

Jabatan fungsional adalah kFunsionaledudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Penetapan Jabatan Fungsional Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
  1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi,
  2. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi,
  3. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan:
    1. Tingkat keahlian, bagi jabatan fungsional keahlian,
    2. Tingkat keterampilan, bagi jabatan fungsional keterampilan.
  4. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri.
  5. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Berikut Tabel Jabatan Fungsional yang diberikan Tunjangan:
No JABATAN FUNGSIONAL INSTANSI PEMBINA RUMPUN JABATAN PERPRES
1 Arsiparis Arsip Nasional Republik Indonesia Arsiparis, Pustakawan dan yang berkaitan 46/2007
2 Agen Badan Intelejen Negara Penyidik dan Detektif 48/2007
3 Analis Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Manajemen 45/2007
4 Pengamat Meteorologi dan Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika Fisika, Kimia dan yang berkaitan 56/2007
5 Pengawas Farmasi dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan Pengawas Kualitas dan Keamanan 52/2007
6 Pengawas Radiasi Badan Pengawas Tenaga Nuklir Fisika, Kimia dan yang berkaitan 57/2007
7 Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Manajemen 44/2007
8 Pranata Komputer Badan Pusat Statistik Kekomputeran 39/2007
9 Statistisi Badan Pusat Statistik Matematika, Statistika dan yang berkaitan 40/2007
10 Pranata Nuklir Badan Tenaga Atom Nasional Fisika, Kimia dan yang berkaitan 55/2007
11 Surveyor Pemetaan BAKOSURTANAL Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan 37/2007
12 Penyuluh Keluarga Berencana BKKBN Ilmu Sosial dan yang berkaitan 64/2007
13 Auditor BPK dan BPKP Akuntan dan Anggaran 66/2007
14 Perekayasa BPPT Peneliti dan Perekayasa 31/2007
15 Teknisi Penelitian dan Perekayasaan BPPT Peneliti dan Perekayasaan 31/2007
16 Jaksa Kejaksaan Agung -
17 Penyuluh Agama Kem. Agama Keagamaan 59/2007
18 Penghulu Kem. Agama Keagamaan 73/2007
19 Penyelidik Bumi Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan 38/2007
20 Pengamat Gunung Api Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral Fisika, Kimia dan yang berkaitan 67/2007
21 Inspektur Ketenagalistrikan Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral Pengawas Kualitas dan Keamanan
22 Inspektur Minyak dan Gas Bumi Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral Pengawas Kualitas dan Keamanan
23 Inspektur Tambang Kem. Energi dan Sumber Daya Mineral Pengawas Kualitas dan Keamanan
24 Pamong Budaya Kem. Kebudayaan dan Pariwisata Penerangan dan Seni Budaya 74/2007
25 Pemeriksa Merk Kem. Kehakiman dan HAM Hak Cipta, Paten dan Merek 41/2007
26 Pemeriksa Paten Kem. Kehakiman dan HAM Hak Cipta, Paten dan Merek 41/2007
27 Perancang Peraturan Perundang-undangan Kem. Kehakiman dan HAM Hukum dan Peradilan 43/2007
28 Penyuluh Kehutanan Kem. Kehutanan Ilmu Hayat 33/2007
29 Pengendali Ekosistem Hutan Kem. Kehutanan Ilmu Hayat 34/2007
30 Polisi Kehutanan Kem. Kehutanan Penyidik dan Detektif 49/2007
31 Pengawas Benih Ikan Kem. Kelautan dan Perikanan Ilmu Hayat 32/2007
32 Pengawas Perikanan Kem. Kelautan dan Perikanan Ilmu Hayat 32/2007
33 Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Kem. Kelautan dan Perikanan Ilmu Hayat 32/2007
34 Apoteker Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
35 Asisten Apoteker Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
36 Bidan Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
37 Dokter Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
38 Dekter Gigi Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
39 Epidemiologi Kesehatan Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
40 Entomolog Kesehatan Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
41 Fisioterapis Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
42 Nutrisionis Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
43 Penyuluh Kesehatan Masyarakat Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
44 Perawat Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
45 Perawat Gigi Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
46 Perekam Medis Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
47 Pranata Laboratorium Kesehatan Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
48 Radiografer Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
49 Sanitarian Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
50 Teknik Elektromedis Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
51 Administrator Kesehatan Kem. Kesehatan Kesehatan 54/2007
52 Okupasi Terapis Kem. Kesehatan Kesehatan
53 Refraksionis Optisien Kem. Kesehatan Kesehatan
54 Terapis Wicara Kem. Kesehatan Kesehatan
55 Ortosis Prostesis Kem. Kesehatan Operator alat-alat dan elektronik
56 Pemeriksa Bea dan Cukai Kem. Keuangan Imigrasi, Pajak dan Ass Prof yang berkaitan 53/2007
57 Pemeriksa Pajak Kem. Keuangan Imigrasi, Pajak dan Ass Prof yang berkaitan 53/2007
58 Penilai Pajak Bumi dan Bangunan Kem. Keuangan Ass Prof yang berhubungan dengan keuangan dan penjualan 73/2007
59 Adikara Siaran Kem. Keuangan -
60 Andalan Siaran (AS) Kem. Keuangan -
61 Penyuluh Pajak Kem. Keuangan Imigrasi, Pajak dan Ass Prof yang berkaitan
62 Teknisi Siaran Kem. Keuangan -
63 Diplomat Kem. Luar Negeri -
64 Teknik Jalan dan Jembatan Kem. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan 36/2007
65 Teknik Pengairan Kem. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan 36/2007
66 Teknik Penyehatan Lingkungan Kem. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan 36/2007
67 Teknik Tata Bangunan dan Perumahan Kem. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan 36/2007
68 Dosen Kem. Pendidikan Nasional Pendidikan tingkat Pendidikan Tinggi 65/2007
69 Pamong Belajar Kem. Pendidikan Nasional Pendidikan Lainnya
70 Pengwas Sekolah Kem. Pendidikan Nasional Pendidikan lainnya
71 Penilik Kem. Pendidikan Nasional Pendidikan lainnya
72 Guru Kem. Pendidikana Nasional -
73 Penera Kem. Perdagangan Pengawas Kualitas dan Pengawas
74 Pengawas Keselamatan Pelayaran Kem. Perhubungan Teknisi dan Pengontrol Kapal dan Pesawat
75 Pengendali Frekuensi Radio Kem. Perhubungan Operator alat-alat optik dan elektronik
76 Penguji Kendaraan Bermotor Kem. Perhubungan Pengawas Kualitas dan Keamanan
77 Teknisi penerbangan Kem. Perhubungan Teknisi dna Pengontrol Kapal dan Pesawat
78 Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan Kem. Perindustrian Ilmu Sosial yang berkaitan 60/2007
79 Penguji Mutu Barang Kem. Perindustrian Pengawas Kualitas dan Keamanan
80 Medik Veteriner Kem. Pertanian Ilmu Hayat 32/2007
81 Paramedik Veteriner Kem. Pertanian Ilmu Hayat 32/2007
82 Pengawas Benih Tanaman Kem. Pertanian Ilmu Hayat 32/2007
83 Penyuluh Pertanian Kem. Pertanian Ilmu Hayat 32/2007
84 Pengawas Bibit Ternak Kem. Petanian Ilmu Hayat 32/2007
85 Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Kem. Petanian Ilmu Hayat 32/2007
86 Pengawas Mutu Pakan Kem. Petanian Ilmu Hayat 75/2007
87 Pengawas Mutu Hasil Pertanian Kem. Petanian Ilmu Hayat
88 Pekerja Sosial Kem. Sosial Ilmu Sosial dan yang berkaitan 61/2007
89 Perantara Hubungan Industrial Kem. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hukum dan Peradilan 42/2007
90 Pengawas Ketenagakerjaan Kem. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengawas Kualitas dan Keamanan 51/2007
91 Instruktur Kem. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pendidikan lainnya 58/2007
92 Pengantar Kerja Kem. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ilmu Sosial dan yang berkaitan 62/2007
93 Penggerak Swadaya Masyarakat Kem. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ilmu Sosial dan yang berkaitan 63/2007
94 Pengendalian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan Hidup Ilmu Hayat 35/2007
95 Widyaiswara Lembaga Administrasi Negara Pendidikan liannya 59/2007
96 Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Matematika, Statistika dan yang berkaitan 30/2007
97 Pranata Hubungan Masyarakat Lembaga Informasi Nasional Penerangan dan Seni Budaya 29/2007
98 Operator Transmisi Sandi Lembaga Sandi Negara Kesehatan
99 Sandiman Lembaga Sandi Negara Penyidik dan Detektif
100 Pustakawan Perpustakaan Nasional Arsiparis, Pustakawan dan yang berkaitan 47/2007
101 Penerjemah SeTneg Manajemen
Referensi:
1. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil,
2. bkn.go.id

Syekh Sa'ad Mungka

Syeikh Mohd. Sa’ad Mungka

Syeikh Mohd. Sa’ad lahir di Mungka, Payakumbuh Sumatera Barat pada tahun 1277 H. bertepatan dengan 1857 H. Pada waktu muda, beliau belajar ilmu-ilmu agana kepada Syeikh Abu Bakar Tabing Pulai Payakunbuh dan kepada Syeikh Mhd. Saleh Mungka, Tanah Datar Batusangkar. Pada tahun 1894M. beliau naik haji ke Mekkah dan bermukim di situ menuntut ilmu sampai th 1900 M. Sesudah mempelajari segala macam ilmu agama, beliau pulang ke kampungnya. Pada tahun l912 beliau datang lagi ke Mekkah dan mukim di situ sampai tahun l915 M. Pada tahun 1915 M. kembali ke Indonesia, membuka pasantren (di Surau Baru Mungka Payakumbuh sanrpai wafat, tahun 1924 M. (1339 H).

Beliau seorang UIama Syafi’iyah vang terkenal, bisa membaca kita-bkitab Syafi’i yang besar-besar dengan lancar, seumpama kitab Tuhfah dan Nihayah dan juga bisa mengajarkan tafsir-tafsir Al-Quran.

Pada satu ketika timbul perselisihan faham dengan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau yang ketika itu menjadi Mufti di Mekkah dalam hal amalan Thariqat Naqsyabandi, sehingga timbul polemik di mana masing-masing membuat buku untuk nrenolak lawannya. Untuk menolak Syeikh Mhd. Sa’ad, Syeikh Ahmad Khatib mengarang satu buku yang bernama “Izhar Ziglil Kalzibin fi tasyabbuhim bis Shiddiqiin” dan Syeikh Mhd. Sa’ad mengarang buku untuk menolak itu dengan nama “Irgamil unufil muta’an nitiin”, dimana kedua ulama besar yalg setaraf ini “berdebat secara sengit” untuk menegakkan kebenaran faham masing-masing.

Beliau berselisih faham tentang amal Thariqat Naqsyabandi, tetapi dalam menganut faham Madzhab Syafi’i dalam syari’at dan ibadat kedua beliau ini bersatu dan menjadi bintang-bintangnya. Syeikh Mhd. Sa’ad juga ahli falak, pandai menghitung perjalanan bulan dan matahari, tetapi dalam masuk puasa bulan Ramadhan beliau tetap me.makai ru’yah.

Pada tahun 1918 M terjadi musyawarah Ulama Syafi’iyah di Mesjid Ladang Lawas, Bukittinggi, dengan pimpinan Syeikh Abbas Qadhi, di mana Syeikh Mhd. Sa’ad juga ikut hadir. Dalam perrnusyawaratan itu ternyata bahwa Syeikh Mhd Sa'ad adalah seorang Ulama Syafi’iyah yang pintar, melebihi dari ularna-ulama Minangkabau ketika itu.

Beliau adalah guru dari guru-guru Syeikhul Masyaikh. Diantara murid beliau yang kelihatan oleh penulis buku ini (KH. Siradjudin Abbas, pen.) terdapat Maulana-maulana: Syeikh sulaiman ar Rasuli, Syeikh Abbas Ladang Lawas, Syeikh Abd. Wahid Tabek Gadang, Syeikh Rasyid Thaher Rambatan Payakumbuh, Syeikh Mohd. Jamil jaho, Syeikh Makhudum Solok, Syeikh Sulaiman Gani Magek, Syeikh Abdul Majid Payakumbuh, dan lain-lain. Kabarnya Syeikh Abdullah Halaban, seorang Ulama tua yang sebaya dengan beliau juga mengakui kealiman Syeikh Mhd. Sa’ad Mungka ini.

Salah seorang anak beliau, Syeikh Mhd. Jamil Sa’adi Mungka adalah pengganti beliau sesudah beliau berpulang ke rahmatullah. Syeikh Mhd. Sa’ad adalah tiang tengah Madzhab Syafii’i pada zamannya.

(sumber : http://www.kisah.web.id/ dengan merujuk kepada "Sejarah dan Keagungan Madhzab Syafi’i", karangan KH. Siradjuddin Abbas, Pustaka Tarbiyah, cetakan 1994.)

Syekh Jamil Jaho

Syeikh Inyiak Muhammad Jamil Jaho

Jaho adalah sebuah daerah kecil yang terletak di bukit Tambangan, antara
wilayah perbatasan Aceh, Padang Panjang, dan Tanah Datar, Minang (Sumatera
Barat). Daerahnya sejuk dan asri, penduduknya bersahaja, dan hidup secara
rukun dan damai.

Di tengah daerah yang indah itu, lahirlah seorang ulama yang sangat
kharismatik. Beliau adalah Syaikh Muhammad Jamil Jaho, yang kerap dipanggil
Buya Jaho, atau Inyiak Jaho, atau Angku Jaho. Nama beliau demikian dikennal
dan dikenang oleh banyak masyarakat Minang.

Inyiak Jaho lahir pada tahun 1875 di Jaho. Ayahnya bergelar Datuk Garang
yang berasal dari Negeri Tambangan, Padang Panjang. Sang ayah pernah
menjabat sebagai Qadhi daerah. Ibunya, adalah seorang perempuan yang
disegani di tengah-tengah masyarakat.


Muhammad jamil dibesarkan di tengah keluarga yang kuat menjalankan tradisi
dan agama. masa kecilnya dihiasi dengan nuansa religi yang sangat kental.
Beliau belajar al-Qur'an dan kitab perukunan (kitab-kitab berbahasa Melayu
yang ditulis dengan huruf Arab) dari ayahnya sendiri. Berkat kecerdasan dan
kesungguhannya, pada usia 13 tahun, Muahmmad Jamil telah hafal Al-Qur'an dan
isi kitab perukunan.

Melihat kecerdasan dan kesungguhan Muhammad Jamil, sang ayah lalu
berinisiatif untuk mengjarinya kitab-kitab kuning. Dalam beberapa waktu yang
cukup singkat, Muhammad Jamil mampu mencerna maksud yang terkandung dalam
kitab gundul tersebut, dan cakap menguasai bahasa Arab, baik secara lisan
atau tulisan. Latar belakang keluarga yang alim inilah, yang membuat
Muahmmad Jamil senantiasa haus akan ilmu agama, sehingga ia pun melanjutkan
pengaisan ilmunya kepada ulama-ulama besar Minang di zaman itu.

Muhammad jamil semakin tumbuh sebagai sosok yang senantiasa dahaga akan ilmu
agama. maka ia pun pergi menuju halaqah atau majlis ilmu pesantren Syeikh
al-Jufri di Gunung Raja, Batu Putih, Padang Pajang. Selama belajar di
pangkuan Syeikh al-Jufri, Muhammad Jamil menunjukkan ketekunan dan
kecerdasannya sehingga ia pun menjadi murid kesayangan sang Syeikh. Ilmu
agama yang telah ia ais pun kian hari kian banyak.

Selepas menyelesaikan belajar di halaqah pesantren Syeikh al-Jufri pada
tahun 1893, Muhammad Jamil melanjutkan pendidikannya ke seorang ulama ahli
fikih terkenal, Syeikh al-Ayyubi di Tanjung Bungo, Padang Ganting. Di
pesantren barunya inilah Muhammad Jamil berteman akrab dengan Sulaiman
ar-Rusuli, yang kelak menjadi seorang Syeikh terkenal dari tanah Minang.
Keduanya adalah santri yang pandai, dan belajar dari Syeikh al-Ayyubi selama
enam tahun. Selepas itu, keduanya melanjutkan mengaji ke Biaro Kota Tuo,
sebuah tepat berkumpulnya ulama-ulama besar Minang, seperti Syeikh Abdus
Shamad, Faqih Shagir, dan lain-lain.

Pada tahun 1899, Muhammad Jamil dan Sulaiman ar-Rasuli pindah mengaji ke
Syeikh Abdullah Halaban, seorang ulama Minang yang terkenal mahir ilmu fikih
dan ushul fikih. Di perguruan Syeikh Halaban inilah Muhammad Jamil dipercaya
untuk menjadi seorang pengajar (ustadz) dan asisten pribadi syeikh Halaban
yang kerap dibawa ke pengajian-pengajian keliling negeri Minang.

Pada tahun 1908, atas dahaganya Muhammad Jamil akan ilmu agama, ia pun pergi
ke Mekkah Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji dan untuk mengais ilmu.
Sebelum berangkat ke tanah suci, Muhammad Jamil dipersuntingkan dengan gadis
Tambangan yang bernama Saidah, yang kelak mengaruniai dua orang puteri
bernama Samsiyyah dan Syafiah. Sebelum berangkat ke tanah suci pula, paman
Muhammad Jamil, Datuk bagindo Malano memberikannya gelar pusaka "Pakiah
Bagindo Malano", sebuah gelar kehormatan.

Di Mekkah, Jamil berguru kepada Syeikh Khatib Minangkabau, seorang putra
inang yang menjadi imam, khatib, sekaligus mufti madzhab Syafi'i di Masjid
al-Haram. Di Mekkah, beliau bertemu dan belajar bersama Syeikh Abdul Karim
Amrullah (ayahanda Buya Hamka). Keduanya menjadi murid kesayangan Syeikh
Khatib, dan diberi kehormatan untuk membimbing dan mengajar murid-murid yang
lain.

Muhammad Jamil belajar di Mekkah selama 10 tahun lamanya. Selama itu juga ia
telah memperoleh tiga ijazah ilmiyyah dari tiga orang ulama besar di Mekkah
pada zaman itu, yaitu Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau (guru besar madzhab
syafi'i), Syeikh Alwi al-Maliki (guru besar madzhab Maliki), dan Syeikh
Mukhtar al-Affani (guru besar madzhab Hanbali).


Sekembalinya dari tanah suci, Syeikh Jamil menjadi ulama terkenal dan
disegani karena kedalaman ilmunya dan kesolehan pribadinya. Pada tahun 1922,
bersama-sama syeikh Sulaiman ar-Rusuli dan Syeikh Abdul Karim, beliau
mendirikan Persatuan Ulama Minangkabau dan perguruan Islam Thawalib.

Di kampung halamannya pula, syeikh Muhammad jamil membuka halaqah pengajian
yang banyak didatangi oleh para pengais ilmu. Halaqah ini kelak menjadi
Madrasah Tarbiyyah Islamiyyah Jaho.

Syeikh Inyiak Muhammad Jamil Jaho wafat pada tanggal 2 November 1945. Beliau
banyak meninggalkan kaya berharga yang menjadi suluh ummat di kemudian hari,
yaitu Tadzkiratul Qulub fil Muraqabah 'Allamul Ghuyub, Nujumul Hidayah,
as-Syamsul Lami'ah, fil 'Aqidah wad Diyanah, Hujjatul Balighah, al-Maqalah
ar-Radhiyah, Kasyful Awsiyah, dan lain-lain.

*Disadur kembali oleh A. Ginandjar Sya'ban**,* diambil dari mukaddimah kitab
*Tadzkirah al-Qulub *karangan Syeikh Jamil Jaho.

Sabtu, 27 April 2013

PROSEDUR PENDAFTARAN NIKAH



Di dalam negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib hukum.
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia (UU No.22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.
Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan sebagai berikut :
  1. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21 tahun .
  2. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan).
  3. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.
  4. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.
A. Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah
dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid gedung dll). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan :

I. Perkawinan Sesama WNI
  1. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk calon Penganten (caten) masing-masing 1 (satu) lembar.
  2. Surat pernyataan belum pernah menikah (masih gadis/jejaka) di atas segel/materai bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah setempat.
  3. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2, N4, baik calon Suami maupun calon Istri.
  4. Pas photo warna caten ukuran 4 x 6 masing-masing 2 lembar, 3 x 4 masing-masing 2 lembar dan 2x3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota ABRI berpakaian dinas.
  5. Bagi yang berstatus duda/janda harus melampirkan Surat Talak/Akta Cerai dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan surat Model N6 dari Lurah setempat.
  6. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi :
  7. --Caten Laki-laki yang umurnya kurang dari 19 tahun;
  8. --Caten Perempuan yang umurnya kurang dari 16 tahun;
  9. --Laki-laki yang mau berpoligami.
  10. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 tahun baik caten laki-laki/perempuan.
  11. Bagi caten yang tempat tinggalnya bukan di wilayah Kec. Bukit Barisan, harus ada surat
  12. Rekomendasi Nikah dari KUA setempat.
  13. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari Pejabat Atasan/Komandan.
  14. Bagi caten yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah Kec. Bukit Barisan harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kec. Bukit Barisan
  15. Kedua caten mendaftarkan diri ke KUA Bukit Barisan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja dari waktu melangsungkan Pernikahan. Apabila kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, harus melampirkan surat Dispensasi Nikah dari Camat Bukit Barisan.
  16. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus melampirkan foto copy Akte kelahiran dan status kewarganegaraannya (K1).
  17. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang tidak mampu.
II. Perkawinan Campuran
  1. Akte Kelahiran/Kenal Lahir
  2. Surat tanda melapor diri (STMD) dari kepolisian
  3. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
  4. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
  5. Keterangan izin masuk sementara (KIMS) dari Kantor Imigrasi
  6. Foto Copy PasPort
  7. Surat Keterangan dari Kedutaan/perwakilan Diplomatik yang bersangkutan.
  8. Semua surat-surat yang berbahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi.
B. Pemeriksaan Nikah
PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa berkas –berkas yang ada apakah sudah memenuhi syarat atau belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka diberitahukan adanya kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikahnya yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB).
Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. Setelah pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah. Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. Pengumuman Kehendak Nikah
Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak nikah (model NC) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat tinggal masing-masing calon mempelai.
PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam psl 3 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting misalnya salah seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon
dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

D. Pelaksanaan Akad Nikah
I. Pelaksanaan Upacara Akad Nikah : 

  1. Di Balai Nikah/Kantor
  2. Di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau gedung dll.
  3. Pemeriksaan Ulang :
    Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/ Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat. 
  4. Pemberian izin
  5. Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau anak terlebih dahulu minta/memberikan izin kepada ayah atau wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya untuk menikahkan bila anak berstatus janda.
  6. Sebelum pelaksanaan ijab qobul sebagaimana lazimnya upacara akad nikah bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah, pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat
  7. Akad Nikah /Ijab Qobul
  8. Pelaksanaan ijab qobul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap calon mempelai pria, namun apabila karena sesuatu hal wali nikah/calon mempelai pria dapat mewakilkan kepada orang lain yang ditunjuk olehnya.
  9. Penandatanganan Akta Nikah oleh kedua mempelai, wali nikah, dua orang saksi dan PPN yang menghadiri akad nikah.
  10. Pembacaan Ta’lik Talak
  11. Penandatanganan ikrar Ta’lik Talak
  12. Penyerahan maskawin/mahar
  13. Penyerahan Buku Nikah/Kutipan Akta Nikah.
  14. Nasihat perkawinan
  15. Do’a penutup.